anesthesiology


Terapi cairan dan Nutrisi
Juli 4, 2012, 6:42 am
Filed under: * Anestesi Lanjutan, cairan dan nutrisi

Terapi cairan bukan sekadar memberi cairan tetapi punya sasaran, ukuran dan cara tertentu bergantung pada situasi dan kondisi penderita. Terapi cairan identik dengan pemberian obat punya efek samping dan komplikasi untuk memperkecil dampak negatif ini diperlukan landasan kerja yang legeartis. Yaitu pengertian dasar mengenai keseimbangan cairan dan elektrolit serta  asam basa. Hal inilah yang perlu dimiliki oleh personil yang terlibat dalam penanggulangannya.

Sasaran :
Mengembalikan keseimbangan cairan dan eletrolit serta asam basa yang terganggu.

Pola gangguan :
Meliputi gangguan keseimbangan:

– volume

– tonisitas

– komposisi

– asam basa

Strategi:
Mengenal pola gangguan dan mengatasinya dengan cara :

a. Bila ada shock segera atasi shocknya dengan mengembalikan volume plasma secepat mungkin.

b. Volume interstitial diatasi secara bertahap untuk mencegah overload.

c. Pemilihan jenis cairan yang tepat sehingga volume intra vascular segera terkoreksi dan dampak negatif bisa dicegah.

d. Monitoring yang ketat apalagi penderita dengan kelemahan fungsi jantung dan ginjal.

Kenapa volume intravascular(plasma) harus segera dikoreksi?

Untuk mempertahankan perfusi jaringan vital yang cukup dengan harapan dapat dicegah hipoksia dan acidosisi  terutama otak yang sangat rentan terjadi hipoksia oleh karena konsumsi oksigen otak sangat tinggi, (3,3-3,5)cc/ 100 gram otak/menit. Bila circulasi berhenti 3 menit saja akan terjadi ischemia otak yang irrepairable dan semua langkah yang diambil akan sia-sia.

Bagaimana caranya?

Langkah pertama apapun penyebab shocknya buat posisi shock dimana kaki ditinggikan minimal 30 derajat tetapi kepala tetap datar. Bukan posisi Tredelenburg dimana posisi kepala lebih rendah justru akan menyebabkan odema otak dimana terjadi bendungan vena diotak apalagi penderita dengan trauma cerebral,disamping diaphragma terdorong kearah thorax sehingga pengembangan paru terhalang. Dengan posisi shock diharapkan terjadi autotransfusi sebanyak satu liter darah memperbesar aliran balik jantung dus meningkatkan curah jantung dan volume semenit.Tindakan ini perlu dibudayakan disamping memang sangat menolong, juga untuk penghematan pemakaian darah terutama pada tindakan operasi besar.

Jangan lupa beri oksigen konsentrasi tinggi diharapkan pengangkutan O2 tak hanya via eritrosit tetapi juga lewat yang terlarut dalam plasma justru dalam suasana acidosis, Hb lebih mudah melepaskan O2 kejaringan. Sebagai kompensasi terhadap hipoksia. Pasang infus dengan jarum ukuran besar mulai bagian distal extrimitas superor sinistra untuk yang right handed, sebaiknya jangan diextrimitas inferior kalau tak terpaksa karena mudah terjadi phlebitis/ thrombosis. Bila gagal coba v, subclavia /v, jugularis externa/interna. Beri cairan yang tepat dan cepat.

Cairan yang mana yang kita pilih?

Cairan berdasarkan osmolaritas/tonisitas ada 3 macam :
a. Isotonis       :    280  –   300  mosm/L—-> untuk dehidrasi isotonis

b. Hipertonis  :           >  300  mosm/L—–>untuk dehidrasi hipotonis

c. Hipotonis    :           <  280 mosm/L—- > untuk dehidrasi hipertonis

Note : Penentuan type dehidrasi berdasarkan tonisitas sangat penting untuk menyesuaikan type cairan yang diberikan, pemeriksaan Na plasma atau osmolaritas penting untuk diagnose type dehidrasi. Umumnya kasus pembedahan disertai dehidrasi isotonis.

Dalam aplikasi klinis ada 3 jenis cairan  :

a. Cairan Kristaloid : air dengan kandungan elektrolit atau glukose.

b. Cairan Koloid  :  Larutan yang mengandung zat terlarut dengan BM antara 20.000 – 110.000 Dalton yang dapat menghasilkan tekanan osmotik koloid.

c. Cairan khusus : Untuk koreksi indikasi khusus.(NaCl 3%.Bicnat, Mannitol)

Bila ingin memperbaiki volume plasma pilih cairan koloid (plasma, albumin 5%, Dextran) tetapi bila ingin memperbesar volume plasma (expander) dengan menarik cairan interstitial kedalam intra vascular  maka beri (koloid hiperonkotik)(albumin 25%, dextran 70, Haes steri 10%).

Tapi jangan lupa mengisi ruangan interstitial dengan cairan kristaloid). Bila ingin mengisi ruangan interstitial maka pilihannya adalah kristaloid(Ringers laktat. NaCl09,9%, Ringers solution) Bila ingin mengisi cairan ECF + ICF maka pilihannya cairan hipotonis seperti D5% Bergantung problema cairan yang dihadapi maka cairan yang diberikan juga berbeda.

Untuk replacement terapi  syok hipovolemik karena diare, luka bakar digunakan cairan yang paling fisiologis yaitu Ringer Laktat dimana laktat yang ada dalam RL akan dimetabolisir dihepar melalui jalur glukoneogenik membentuk glukose dan bikarbonat atau melalui jalur tricarboksilik(laktat—> piruvat —> asetil koenzym A dimana bikarbonat sebagai dapar untuk acidosis metabolik.

Bila disertai kadar Na rendah, alkalois, retensi kalium, apalagi ada trauma kepala maka NaC/0,9% adalah pilihannya. Tetapi bila jumlah besar >10% kenaikan volume akan terjadi hiper chloremia, acidosis dilutional dan hipernatrimia.

Bila shock hipovolemi karena perdarahan maka berikan darah kalau  tak tersedia beri cairan koloid iso onkotik jumlahnya sama dengan darah yang hilang (plasma, hemacel, gelafundin, Haes steril 6%) bila ingin memperbesar volume dengan menarik cairan interstitial kedalam   intravascular (plasma expander) beri cairan koloid hiperonkotik seperti Haes streril 10%, Dextran 70 atau albumin 25%.

Bila belum ada indikasi transfusi bisa diberikan kristaloid (3cc untuk 1 cc darah). Untuk replacement dehidrasi air murni seperti evaporasi, hiperventilasi atau pengganti cairan karena puasa berikan DW 2,5 atau 5%. Untuk mencegah hipoglikemia, mempertahankan protein atau mencegah ketosis bisa diberi larutan D10%. Sementara untuk maintainance bisa diberi larutan (D5%+NS ) atau (D5% + 1/4 NS) ditambahkan KCl 20 meq/L.

Luka bakar yang luas dimana banyak plasma yang hilang tentu pilihannya plasma.

Tabel  komposisi cairan infus yang tersedia

Cairan               Glukosa         Na          Cl            K       Laktat    osmolaritas

g/L             meq/L      meq/L  meq/L  meq/L    mosm/kg

=============================================

D5W                         50             0              0           0            0         252

RL                              0            130          109         4          28         273

D5RL                        50           130          109         4           28        525

NS                             0             154          154         0           0          308

HES                           0             154          154         0           0          310

Albumin5%              0             154          154         0           0          310

Albumin 25%           0            154           154         0           0           310

Nutrisi Parenteral:

Maksudnya memberikan makanan melalui intra vena baik parsial mapun total.

Pemberian makanan pada pasien bisa dengan cara :

a. Peroral

b. Personde

c. Parenteral

Pemberian nutrisi parenteral biasanya karena :
Tak bisa makan dengan sonde karena tractus gastro intestinal tak berfungsi atau tak bisa digunakan untuk memberikan istirahat usus post reseksi.

Prinsip :
Bila usus masih berfungsi dengan baik mutlak pemberian nutrisi haruslah peroral kalau tak bisa makan karena koma, mual muntah maka alternatif adalah perentetal (pipa lambung).

Pengosongan lambung terganggu pada kebanyakan pasien kritis namun fungsi usus halus umumnya baik. Bising usus dihasilkan oleh pergerakan udara melalui usus duodenum namun deteksi bising usus tergantung pada pengosongan udara dari lambung ke duodenum yang mencerminkan pengosongan lambung yang terganggu, maka nutrisi diberikan lewat usus halus.(If  the gut works,use it) . Jangan diberikan parenteral nutrisi kalau hemodinamik tak stabil harus dikoreksi dulu, atau gagal nafas karena akan memberatkan oleh produksi CO2 yang meningkat dari metabolisme karbohidrat (KH) kecuali  pakai ventilator atau pasca bedah sebelum 24 jam (phase Ebb dimana terjadi peningkatan stress hormon, resistensi terhadap insulin dan hiperglikemia. Sebaiknya sesingkat mungkin karena banyak dampak negatifnya, perlu pengawasan yang ketat dan biayanya mahal.

Dampak negatif berupa komplikasi antara lain:
a. Sehubungan kateter – pneumothorax, emboli udara, thrombosis, phlebitis sepsis

b. Sehubungan metabolisme : hiperglikemia, hipoglikemia, gangguan asam basa.

c. Gangguan fungsi hati

d. Over Feeding  : Pemberian > 35 kcal/kg/24 jam bisa menimbulkan hiperglikemia. Meningkatnya produksi CO2, hipertriglisedemia.

Tujuan/sasaran :

Memberikan kalori yang cukup untuk mencegah pembakaran makanan cadangan seperti lemak, glikogen dan protein, agar tak terjadi asidosis akibat hasil antara pembakaran lemak & protein. Mobilisasi lemak untuk keperluan energi disebut lipolisis sedangkan mobilisasi protein disebut proteolisis dan keadaan ini disebut proses katabolisme.

Ini terlihat berupa meningkatnya hilang nitrogen dan menurunnya berat badan. Juga mempertahankan sistem immun untuk mengatasi infeksi atau  mencukupkan kebutuhan nutrient karena via enteral tak adekuat

Apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian parenteral nutrisi (NPE) ?
Beberapa faktor antara lain underlying illness, umur, access yang ada, psikiologi pasien dan berapa lama direncanakan pemberiannya.

Berapa banyak kalori yang diberikan ?
Berdasarkan formula estimasi kebutuhan energi (calculating basal energy expenditure)(BEE) menurut persamaan Harris Benedict. Rata-rata 25 kcal/kgBB/hari.

BEE (Men) = 66 + ( 13,7 x W) + ( 5x H) – (6.8 x A)

BEE (Woman) = 65,5 + ( 9,6 x W ) + ( 1,7 x H ) – ( 4,7 x A )

W = Weight in kg ; H = Height in cm ; A = Age in Years

BEE dalam kilokalori (kcal) yang dibakar selama 24 jam termasuk energi yang digunakan proses vital dalam kondisi istirahat (metabolisme, circulasi, respirasi dan termoregulasi).
Kebutuhan energi ini dipengaruhi beberapa faktor (usia, derajat stress, status nutrisi dan lain-lain).

Koreksi kebutuhan energi dihitung berdasarkan derajat hipermetabolisme dimana BEE x stress factor.(tergantung kondisi pasien antara lain):

– Pasca bedah tanpa komplikasi         : 1.00  –  1.10

– Peritonitis /sepsis                             : 1.20  –  1,40

– Multiple organ failure syndrome     : 1.20  –  1.40

– Luka bakar luas                               : 1.20  –  2.00

Actual Energi Expenditure (AEE) = BEE x Strees factor

Alternatif lain dari formula ini dapat menggunakan rule of thumb bahwa kebutuhan energi basal atau saat istirahat lebih kurang 25cal/kgBB/hari, Setiap kenaikan suhu 1 derajat diatas 37C ditambah 12,5%, Pembedahan 25%, Sepsis 75% dan luka bakar sampai 100% dari BEE. Cara lain untuk luka bakar : 25 kcal/kgBB + 40 kcal / % BSA burned(luas luka bakar).

Untuk pasien obese gunakan ajusted body weight untuk menghitung BEE.
Adjusted Body Weight =( ABW – IBW) x 0,25  + IBW

ABW = Actual Body Weight ;IBW = Ideal Body Weight.

Quebbeman dengan bedside indirect calorimetry menemukan kebutuhan kalori pasien pasca trauma berat dan pasien sepsis berkisar antara 1000 kcal/m2 luas tubuh (Resting Energy Expenditure) setara dengan 25 kcal /kgBB, Berdasarkan penemuan ini rumus Harris Benedict dengan koreksi metabolik tak perlu diikuti lagi.

Pasien malnutrisi pemberian nutrisi yang hipokalorik lebih ditolerir kira-kira 20-25 kcal/kgBB untuk mencegah terjadinya refeeding syndrome dimana terjadi pergeseran elektrolit dan cairan.

Karena dimulainya dukungan nutrisi(refeeding), untuk ini perlu diperiksa dan dikoreksi elektrolit setiap hari.setelah elektrolit normal baru pikirkan bahan nutrisi yang lain.

Pemberian glukose melebihi kebutuhan tak ada gunanya malah merugikan karena produksi CO2 meningkat karena dalam fase stress umumnya 24 jam pasca bedah /trauma terjadi penurunan metabolisme glukose hingga tinggal 4 mg/kg BB/menit atau 25-30 kca/kg/hari.

Setelah fase stress dapat diberikan glukosa lebih banyak 25-30 kcal/kgBB/hari atau 5-6 g per kg BB/hari. Coba kita lihat tabel pertukaran gas selama metabolism dibawah ini.
————————————————————————
Konsumsi O2          Produksi CO2         Resp.Quotient

per gram   per kcal   per gram    per kcal        (RQ)
KH       0,81        0,20         0,81         0,20               1,0

Fat        1.96        0,22         1,39         0,15               0,7

Protein  0,94        0,24         0,75         0,19               0,8
————————————————————————

Nutrisi Parenteral (NPE) dapat menyebabkan hyperglikemia dan ketidak seimbangan elektrolit maka sebaiknya kadar gula darah diperiksa sebelum mulai NPE dan tiap hari sesudahnya sampai tercapai kadar yang stabil < 220 mg%, kadar gula darah > 220 mg % dapat menaikan 20% timbulnya infeksi post operatif.Bila tetap hiperglikemia berat lakukan regulasi cepat yaitu 4 unit regulr insulin(RI) intravena per jam sampai kadar gula darah < 250 mg% ( 4 unit RI tiap jam dapat menurun kan kadar gula darah 50-75 mg%).

Cairan KH paling aman untuk penderita DM adalah Maltose 10%  dosis maksimal satu liter/hari untuk BB<60 kg dan 1,5 liter per hari untuk BB>60 kg. Bila terjadi hipoglikemia <30 mg% beri 3 flacon D40%, antara 30-60 mg% beri 2 flacon dan bila antara 60-100 mg%  beri 1 flacon iv, setiap flacon 25cc D40% dapat menaikkan KGD atau kadar gula darah kira-kira 25-50 mg%, KGD yang diinginkan adalah > = 120 mg%.

Cara lain beri infus 25- 100 cc glukose 50% lanjutkan infus glukose 10% sampai KGD normal.Agar toleransi terhadap glukose meningkat perlu kesempatan adaptasi 1-2 hari sebelum dosis glukosa ditingkatkan dengan demikian mayoritas pasien dapat menerima beban glukosa sampai 20 gram perjam tanpa perlu tambahan insulin eksogen.(START SLOW, GO SLOW) Sebaliknya hipoglikemia juga bisa terjadi jika pemberhentian pemberian glukosa dosis tinggi terhenti mendadak(rebound hipoglikemia) sebaiknya mengakhiri NPE tak boleh mendadak infus diganti dulu dengan 500 cc D5% selama 6 jam baru dihentikan (END SLOW).

Dianjurkan cairan glukosa diberikan tak lebih dari 0,4-0,9 g/jam atau tak > 5mg/kg/menit untuk mencegah hiperglikemia dan lipogenesis. Karena melampaui kecepatan tubuh memetabolisir glukosa bahkan pasien lebih tua, DM, sepsis, mayor trauma, meningkat kebutuhan insulin untuk mengatur KGD. Perlu diingat bahwa hyperglikemia terutama yang mendapat insulin eksogen cenderung mendorong gula dan nutrient lain dan elektrolit(Mg, K& Posfat) kedalam cell sehingga terjadi hipokalimia bila dibawah 2,5 meq/L dan hipoposfatemia < 1,0 meq/L haruslah NPE di stop dulu sampai dinormalisir.

Dilaporkan bila glukosa sebagai sumber energi tunggal (D50-70%) sering timbul hyperglikemia, hipoglikemia,hiperosmolar dehidrasi, essensial fatty acid deficiency, fatty infiltration of the liver, meningkatnya produksi CO2 dan meningkatnya ekskresi cathecolamine. Sehingga glukose sebagai sumber energi tunggal kontra indikasi pada keadaan deffisiensi fatty acid, overhidrasi, diabetes sulit dikontrol, dan hiperkapnia. Bila nutrient diberikan terpisah maka larutan D20-30% diberikan lewat vena central atau D10% lewat vena perifer.

Dosis asam amino dianjurkan 1,5-2 g/kgBB/hari diberikan setelah kebutuhan kalori dicukupi dengan karbohidrat (KH). Untuk orang Indonesia dibatasi 1g/kgBB/hari,untuk NPE protein tak boleh lebih dari 1 gram /kgBB/hari. Dengan catatan setiap pemberian 1 gram nitrogen harus diberikan minimal 200 kcal (perbandingan nitrogen : KH = 1: 200 ) Untuk mencegah pemakaian protein sebagai sumber energi, ( glukoneogenesis ), perbandingan ini disebut C/N Ratio  dalam keadaan normal C/N Ratio adalah 150 – 250, dalam kondisi stress diperlukan nitrogen lebih banyak C/N Ratio 80-125 dengan catatan 1 gram nitrogen setara dengan 6,25 g asam amino atau protein.

Protein 50 gram per hari memerlukan 1200 kcal atau 300 gram glukose. Ingat walaupun 1 gram asam amino dapat memberi 4 kalori tetapi kalori dari asam amino tak boleh diperhitungkan untuk memenuhi kebutuhan kalori dimana asam amino diharapkan untuk regenerasi cell, sintese protein dan enzim vital.Sekali lagi jangan memberi asam amino bila kebutuhan kalori belum dicukupi.

Dalam memilih komposisi asam amino untuk formula perenteral harus diperhatikan:

Penderita tanpa kelainan ginjal dan hepar berikan yang berisi asam amino essensial dan non essensial yang seimbang. Penderita dengan kelainan fungsi hepar berikan banyak  asam amino rantai bercabang (isoleucine, leucine, valine) dimana terjadi penurunan asam amino rantai bercabang (BCAA)    yang berperan dalam keseimbangan nitrogen, konsentrasi protein serum tetapi dosis rendah  rendah methionine, phenilalanine, tryptophane, sebab bisa berfungsi sebagai neurotransmitter palsu dan menyebabkan encephalopathi. BCAA merupakan sumber glutamin sangat dianjurkan pada kasus ensefalopati hepatik dan merupakan asam amino yang sangat penting untuk mendukung metabolik pada pasien sepsis dan kritis lainnya. Karena protein dalam bentuk ini akan meningkatkan input protein total. Glutamin banyak terdapat dalam plasma dan intracellular merupakan pembawa nitrogen antar organ penting khususnya antar organ pembentuk(otot,hepar) dengan tempat penggunaannya (usus,limposit,paru) bila terjadi deplesi glutamin(sepsis) akan terjadi atropi usus, otot maupun sel endothel paru, gangguan barrier mukosa usus, translokasi bakteri akhirnya MOSF(Multiple organ system dysfunction).

Dalam keadaan normal merupakan asam amino non essensial tetapi dalam kondisi kritis (stress metabolic) menjadi essensial disebut conditionally amino acid.Glutamin dapat meningkatkan respon immun melalui sintese purin, pirimidin dan glutation.Termasuk dalam daftar immunonutrient dalam konsep immunonutrisi dengan memodulasi sistem immun baik stimulasi maupun supressi.  Biasanya diberikan 0,5g/kgBB/hari. Penderita dengan kelainan ginjal berikan asam amino essensial tanpa mengandung elekrolit terutama ion kalium.

Anjuran pemberian nitrogen pada gagal ginjal akut :

Bila pemberian asam amino>  0,4-0,5g/hari beri asam amino essensial dan non essensial. Pasien non dialisis bila pemberian asam amino 0,4-0,5g/kgBB//hari beri campuran asam amino atau dalam bentuk protein 0,6-1,0g/kgBB/hari. Pada dialisis intermittent berikan protein 1,1-1,2 g/kgBB/hari. Pada continous renal replacement therapy (CRRT) beri 1,5g/kgBB/hari.

Kebutuhan energi tetap terpenuhi (30-45)kcal/kgBB/hari dengan ratio KH:Fat =70:30. Larutan asam amino standard untuk parenteral nutrisi tersedia dalam konsentrasi 5-15%. Biasanya terdiri dari 40-50%  asam amino essensial dan 50-60% non essensial memberikan 4kcal/gram. Lemak sangat baik sebagai sumber kalori karena produksi CO2 sedikit tetapi tubuh tak bisa hidup dengan membakar lemak saja haruslah dikombinasi dengan glukose atau KH lain,dimana lemak tak punya sparing effect dengan protein seperti KH. Kalori dari lemak dianjurkan tak lebih dari 50% kalori total, 50% sisanya harus berasal dari glukosa umpama kebutuhan kalori total 1200 kcal maka 150 gram glukose = 600 kcal maka sisanya 700 gram lemak ( 1 g lemak = 9 kalori).

Untuk NPE pasien kritis sebaiknya kecepatan infus tak> 0.11 g/kgBB/jam <20% total kalori. Sumber kalori dari KH ( glukose,dextrose,sorbitol atau xylitol) dari lemak(intralipid 10&20%). Disamping pemberian nutrisi jangan lupa pemberian vitamin dan mengoreksi asam basa dan elekrolit. Semua yang diberikan harus diperhitungkan juga dari segi ekonomi dan side effect. Kebutuhan biologik normal yang didapat dari pengambilan makanan peroral untuk pembentukan kalori kira-kira 25 -30 kcal/kgBB /hari terdiri dari : 60% KH, 15% protein & 25% fat,dalam kondisi normal dan 45% KH, 25% protein & 30% fat dalam kondisi hiperkatabolik.

Untuk pemberian nutrisi perinfus haruslah didasarkan pada perhitungan :
1 gram  KH memberikan      4 kalori

1 gram  protein                   4 kalori

1 gram  lemak                     9 kalori

1 gram  alkohol                   7 kalori.

Contoh  :

Dextrose 5% artinya dalam 100 cc larutan ada 5 gram dextrose, dalam satu flabot 500cc =5×5 g = 25g, jumlah kalori yang diberikan 1 flabot D5% adalah 25×4 kalori = 100 kalori .Untuk memenuhi kebutuhan 1000 kalori berarti harus diberikan 10 flabot = 5000 cc akibatnya penderita bisa kebanjiran.

Jangan salah tingkah infus emulsi lemak ditakuti terjadi emboli lemak, thrombo phlebitis, infus D10%  bikin phlebitis dan nyeri sehingga diberikan D5% kombinasi satu botol asam amino; atau memberi larutan asam amino untuk mengganti protein yang hilang karena perdarahan,sekali lagi jangan diikuti aliran sesat ini.

Sebaiknya pemberian nutrisi dimulai dengan pemberian KH dulu bila ternyata penderita terpaksa menggunakan parenteral nutrisi lebih satu minggu baru diatur pemberian asam amino karena harganya cukup mahal. Bisa diberikan dextrose 20% sebanyak 1-2 liter, ditambah 1 unit regular insuline untuk tiap 5 g glukose untuk mencegah hiperglikemia. Bila ada uang bisa diberi cairan yang mengandung xylitol, glukose dan fruktose yang tak butuh insulin.  Pemberian nutrisi pasca bedah pada hari ke 7 kalau gizi sebelumnya normal.

Tetapi bila gizi buruk, gagal ginjal atau liver diberikan setelah 24 jam, jangan diberikan < 24 jam karena masih dalam phase ebb. Kemungkinan infeksi lebih tinggi 20% bila post operasi hari pertama kadar gula darah diatas 220 mg%, oleh karena itu kadar gula darah harus dimonitor dan dikoreksi.

Distribusi KH haruslah merata pada setiap tetes infus.

Pengelolaan pemberian nutrisi post operatif :
NPE awal dimulai hari I dengan dosis medium, kalori dan protein dinaikkan secara bertahap dan mencapai dosis penuh pada hari ke 3, Bila pada hari 4-5 intake oral belum diberikan maka dosis sama dengan hari ke 3.
H0      hanya diberikan glukose dan elektrolit isotonis

H1      15-20 kcal/kgBB/hari, dan protein 625-875 mgkgBB/hari.

H2      20-25 kcal/kgBB/hari, dan protein 800-1000 mg/kgBB/hari.

H3      25-35 kcal/kgBB/hari, dan protein 940-1250 mg/kgBB/hari.

Beri larutan dextrose selama hari pertama sampai hari kelima:

Hari 1      :    RD5% 1000 cc + D5% 1500 cc (500 kcal)

Hari 2-3  :    RD5%  1000 cc + D10% 1500 cc ( 800  kcal)
Hari 4      :   RD5%   1000 cc + D20% 1000 cc (1000kcal)

Atau larutan dextrose dan asam amino melalui vena perifer

Hari  1     :  RD5%  1000 cc + D5%  1500 cc ( 500 kcal).

Hari 2-3  :   D10%  1500 cc +  KH 1000 cc + AA 2,5% ( 900 kcal + 25 g AA )

Hari 4      :   D20%  1000 cc +  KH 1000 cc + AA 2,5% ( 1100 kcal+ 25 g AA ).
Atau  dextrose dan asam amino lewat vena central:
Hari  1   : RD5% 1000 cc +   D5% 1500 cc (500 kcal)

Hari 2-3 : D10%  1500 cc +  KH 10% 1000 cc + AA2,5% (1000 kcal + 50 gAA)
Hari  4  : D20%  1000 cc +  KH 10% 1000 cc + AA2,5% (1200 kcal + 50 gAA)

Note :
Vena perifer hanya mentolerir osmolaritas cairan hingga 900 mosm, larutan dengan osmolaritas yang lebih tinggi dapat diberi vena perifer dengan cara diencerkan dengan infus type Y( infus berisi larutan hipotonis dan cabang yang lain berisi lautan hipertonis dengan kecepatan yang sama atau gabung keduanya dalam botol infus jumbo

Monitoring yang disarankan untuk TPN (total parenteral nutrition):
Parameter                                                Frekuensi

=========                                               ==========

KGD                                                               tiap 6 jam

Vital sign                                                       tiap 8 jam

elektrolit darah                                            tiap hari

BUN,creatinine                                             tiap hari

Calcium &posfor darah                               tiap hari

Mg,enzim hepatik,bilirubin                      tiap 2 hari

Triglicerid,cholesterol,albumin                tiap minggu

Urinary urea nitrogen 24 jam                    tiap minggu

Nutrient intake                                             tiap hari
Jumlah cairan yang masuk/hilang           tiap hari

Berat Badan                                                   tiap hari

=================================

Kesimpulan:

Telah diuraikan sasaran, strategi dan dasar-dasar pemilihan cairan dalam mengatasi pola gangguan cairan. Telah dikemukakan pula prinsip,tujuan,cara pemberian parenteral nutrisi, hal-hal yang perlu dipertimbangkan sampai pengawasannya.

Kepustakaan :

1. Smith K; Fluid and electrolyte, A Concept Approach Churchill Livingstone,1980

2. Program manual Total Nutrition Therapy, version 2.0., 2003.
3. Tjokroprawiro, A. Practical Guidlines Clinical Nutrition for Diabeic Patients,Clinical Nutrition Club Annual meeting,Surabaya,

4. ……………CNC meeting, Surabaya 1997
5. Raharjo E; Kombinasi nutrisi enteral parenteral, CNC meeting, Surabaya 1997

6. Howard Lyn; Enteral and parenteral nutrition therapy Harrisons of internal medicine 16th edit, Mc Graw HillCompany, 2005.

7. Mustafa I, Lavere  X, Nutrition in intensive care unit,Critical Care, Elsevier Mosby, 2003.


Tinggalkan sebuah Komentar so far
Tinggalkan komentar



Tinggalkan komentar